
Sorotjakarta,-
Sejak 2019 PT. Pos Indonesia menerapkan sistem kerja kemitraan kepada para pekerja bagian kurir, petugas loket, pemasaran/penjualan, dan bongkar muat, yang hingga saat ini berjumlah sebanyak tiga belas ribuan orang tersebar diseluruh Indonesia.
Sistem kerja kemitraan dianggap menguntungkan perusahaan karena para pekerja hanya diberikan upah hanya sejumlah dua ribu rupiah per surat yang berhasil diantar, dan bagi pekerja loket tergantung masyarakat yg bertransaksi diloket PT. Pos, terkadang sebulan hanya dapat kurang dari satu juta rupiah, itupun belum dipotong denda apabila ada kendala dilapangan hingga surat tidak sampai kepada orang yang dituju.
Selain upah yang jauh dari UMP/UMK, para pekerja juga tidak didaftarkan sebagai peserta jaminan sosial seperti BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan, tidak pernah dapat Tunjangan Hari Raya (THR), tidak ada waktu cuti, dan jam kerja sebanyak dua ratus jam dalam sebulan.
Saat ini para pekerja dengan status Mitra di PT. Pos Indonesia juga diberlakukan penahanan uang deposit sebesar satu sampai dengan dua juta oleh perusahaan, sebagai pengganti ijazah yang sebelumnya ditahan, padahal mereka bekerja dengan kendaraan pribadi, bahkan seragam berlogo BUMN yang wajib dikenakan saat bekerja itupun mereka harus membeli sendiri, karena akan ada sanksi pemotongan upah apabila tidak menggunakan seragam tersebut.
“Kami FSP ASPEK Indonesia sangat prihatin dengan nasib para pekerja mitra di PT. Pos Indonesia dimana mereka bekerja pada perusahaan negara namun perlakuan perusahaan kepada para pekerjanya lebih seperti perbudakan modern yang dikemas dalam bentuk kemitraan.” Kata Abdul Gofur, Presiden FSP ASPEK Indonesia
Gofur menjelaskan bahwa status kerja kemitraan di PT. Pos Indonesia sangatlah melanggar Undang-undang Ketenagakerjaan, karena mereka para pekerja melakukan pekerjaan bisnis utamanya PT. Pos yang juga dikerjakan oleh para pegawai organik/tetap PT. Pos Indonesia, dan kontrak kerja mereka juga langsung individu kepada PT. Pos Indonesia, namun hak normatif mereka tidak dipenuhi, dan sering terjadi pekerja mitra pos diminta ikut membantu pekerjaan diluar pekerjaan yang seharusnya, sperti pendistribusian bansos, BSU, PKH, tanpa adanya kejelasan fee yang mereka terima.
“Saat ini jumlah pekerja dengan status Mitra di PT. Pos hampir sama secara persentase, dimana pegawai organik berjumlah lima belas ribuan orang dan pekerja Mitra berjumlah tiga belas ribuan orang, dan kami mencurigai kedepannya seluruh pekerja Pos Indonesia akan digantikan dengan status kemitraan, mengingat setiap ada pegawai yang pensiun perusahaan akan menggantikannya dengan Pekerja Mitra.” Ungkapnya
“Istilah perbudakan modern yang kami maksud adalah PT. Pos Indonesia yang membukukan laba sebesar tujuh ratusan milyar lebih pada tahun 2024, namun memberikan hak kepada pekerjanya jauh dari layak, bahkan sangat tidak manusiawi, dimana mereka sebagai anak bangsa yang ikut memajukan Perusahaan namun keuntungan yang didapat hanya dinikmati berlebihan untuk gaji, tunjangan, fasilitas, dan tantiem direksi.” Ujar Gofur
“Bagaimana tidak kita sebut sebagai perbudakan, jika jam kerja mereka ditargetkan harus terpenuhi sebanyak dua ratus jam, sementara UUK menetapkan jam kerja dalam sebulan hanya seratus enam puluh jam. Hak libur dan cutipun untuk pekerja tidak diberikan, apalagi hak cuti melahirkan bagi pekerja perempuan, hanya diberikan dua Minggu.” Lanjut Gofur
Gofur menjelaskan bahwa segala upaya telah kami tempuh untuk meminta perubahan status kerja mitra di PT. Pos Indonesia, seperti RDPU dengan Komisi VI DPR RI, Audiensi dengan Pimpinan DPR RI bersama satgas perlindungan tenaga kerja, dan yang terakhir dengan Wamen BUMN sekaligus COO Danantara, di gedung Nusantara II, DPR RI, namun hingga kini belum menuai hasil seperti yang diharapkan oleh seluruh pekerja Mitra.
“Pak Prabowo tolong kami, saat ini kami sangat memohon pertolongan dari Bapak sebagai Presiden RI, yang kami tahu Bapak Presiden Prabowo tidak suka melihat rakyatnya yang menderita, Pak Prabowo juga sangat berpihak dan peduli kepada rakyatnya yang terzalimi” harapnya.



Berita Terkini
Pertanyakan Kejagung Soal Laporan CIC Terkait Samhori Ade

Berita Terkini
Umat Buddha DKI Jakarta Dhammayatra di Candi Borobudur
