Connect with us

Berita Terkini

Selamatkan IKM, KADIN Apresiasi Pemberlakuan De Minimis Kiriman Barang

Sorotjakarta,-
Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyambut baik kebijakan baru pemerintah yang akan menyesuaikan nilai pembebasan (de minimis) atas barang kiriman dari sebelumnya USD 75 menjadi USD 3 per kiriman (consignment note) untuk bea masuk. Sementara pungutan pajak dalam rangka impor diberlakukan normal (tidak ada batas ambang bawah/de minimis) dan rasionalisasi tarif ditetapkan dari semula (sesuai PMK No.112/PMK.04/2018) total ± 27,5% – 37,5% (Bea Masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 10% dengan NPWP atau PPh 20% tanpa NPWP) menjadi ± 17,5% (Bea Masuk 7,5%, PPN 10%, PPh 0%).

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Moneter, Fiskal dan Kebijakan Publik, Raden Pardede mengungkapkan bahwa Kadin mendukung kebijakan ini karena pemerintah telah mendengar masukan dari dunia usaha mengenai semakin meningkatnya impor barang kiriman melalui platform e-commerce yang dikhawatirkan akan mengganggu industri nasional, terutama Industri Kecil dan Menengah (IKM).

Kebijakan ini, kata dia, diharapkan dapat menciptakan perlakuan yang adil dalam perpajakan atau level playing field antara hasil produksi dalam negeri yang produknya mayoritas berasal dari IKM dan dikenakan pajak dengan produk-produk impor melalui barang kiriman serta impor distributor melalui kargo umum yang masih banyak beredar di pasaran.

“Kebijakan ini menciptakan perlakuan perpajakan yang adil dan melindungi industri kecil dan menengah dalam negeri,” ungkap Raden.

Pihaknya juga berharap agar UKM Indonesia juga dapat memanfaatkannya untuk memperbaiki diri meningkatkan daya saing dan bukan untuk dilakukan proteksi terus menerus.

Sebagai informasi, berdasarkan catatan dokumen impor, sampai saat ini e-commerce melalui barang kiriman di tanah air mencapai 49,69 juta paket pada tahun 2019 meningkat tajam dari sebelumnya yang hanya sebesar 19,57 juta paket pada tahun 2018 dan 6,1 juta paket pada tahun 2017 atau tumbuh sebesar 254% dibanding tahun 2018 dan 814% dibandingkan tahun 2017.

Karena derasnya impor, beberapa sentra-sentra pengrajin tas dan sepatu banyak yang gulung tikar dan hanya menjual produk jadi dari Cina. Untuk itu, dalam aturan baru ini pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga secara khusus membedakan tarif atas produk tas, sepatu dan garmen. Sehingga khusus untuk tiga komoditi tersebut, tetap diberikan deminimis untuk bea masuk sampai dengan USD 3 dan selebihnya diberikan tarif normal (MFN) yaitu, Bea Masuk untuk tas 15% – 20%, sepatu 25% – 30%, produk tekstil 15% – 25%, masing-masing dengan PPN 10% dan PPh 7,5% – 10%.

Senada dengan Raden, Ketua Komite Tetap Perdagangan Kadin Indonesia, Tutum Rahanta mengatakan bahwa ini merupakan tanggapan positif pemerintah yang telah menerima usulan dari dunia usaha, untuk menyelamatkan IKM yang terimbas dari impor barang melalui e-commerce.

“Ya inilah bukti nyata dari Kementerian Keuangan yang melindungi kita dengan kebijakan ini. Kami sangat mengapresiasinya, mudah-mudahan IKM kita dapat membanjiri konsumen kita sendiri,” tambah Tutum.

Sementara itu, Wakil Ketua Komite Tetap Perpajakan Kadin Indonesia, Herman Juwono juga berpendapat bahwa kebijakan baru tersebut akan mendorong pebisnis di bidang e-commerce untuk mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan memiliki NPWP. Kebijakan tersebut merupakan kebijakan untuk memperluas ekstensifikasi wajib pajak.

Selama ini, kata dia, bisnis di bidang e-commerce baru membayar pajak sekitar 20% dari total keseluruhan kegiatan perdagangan melalui e-commerce. “Diharapkan penerimaan dari sektor bea masuk dan pajak impor tersebut nantinya dapat meningkat untuk penerimaan negara,” pungkas Herman.

Herman Juwono Wakil Ketua Komite Tetap Perpajakan KADIN ,yang juga Ketua Umum Perkumpulan Konsultan Praktisi Perpajakan Indonesia(PERKOPPI), mengatakan sangat mendukung PMK tersebut karena sejalan dengan Pokok2 RUU Omnibus Law dalam klaster UMKM,dimana Pemerintah mendorong kemudahan, pemberdayaan dan perlindungan UMKM.
Saat ini membanjirnya barang kiriman khusus dari Cina membuat IKM tidak berdaya baik dalam harga dan kualitas dan sebagian besar tutup/bangkrut.Dilain pihak Pemerintah /Fiscus tetap mendorong kesadaran dan kepatuhan UMKM agar menjadi Wajib Pajak dengan memperoleh NPWP dan membayar pajak.
Upaya tersebut sejalan dgn Ekstensifikasi / Memperluas Basis Pajak dan masuk dalam Sistem Monitoring. Jelas Hermanto di Jakarta, Jumat, 27/12/2019

Seperti diketahui PP 23 / 2017 telah menurunkan tarif pajak yg hrs di bayar UMKM( Omzet maks 4,8M) yaitu hanya dari 1% mnjadi 0,5%.
Jumlah UKM diperkirakan 55 juta dan ini sgt potential sbg sumber tambahan penerimaan pajak.

“Sampai dengan November jumlah SHORT FALL PENERIMAAN PAJAK diperkirakan 400 Triliun.” Tambah Herman Juwono.(yurike)

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

More in Berita Terkini

error: Content is protected !!