Sorotjakarta,-
Sejak merebaknya wabah Pandemi COVID-19 yang menyerang Indonesia sejak Maret 2020 telah banyak menorehkan kisah. Hampir semua sektor tergoncang, hingga akhirnya pemerintah pusat maupun daerah mengambil sikap untuk segera menuntaskan persoalan yang sudah masuk fase bencana nasional.
Tidak sedikit anggaran yang digelontorkan pemerintah melalui APBN, APBD dan sumber-sumber dana lainnya dikeluarkan untuk melakukan pencegahan berkala. Berbagai peraturan pun dirancang dan dihembuskan ke publik, sehingga gerak dan aktifitas masyarakat menjadi tersekat. Namun hal tersebut tidak lebih karena pemerintah berkeinginan untuk melindungi warganya dari bahaya virus covid-19.
PSBB ataupun Physical distance (jaga jarak) adalah salah satu peraturan pemerintahan yang dianggap mampu mengisolasi dan menekan angka penyebaran pandemi ini. Dampaknya juga terasa bagi kalangan pengobatan alternatif seperti halnya pengobatan dan therapi “Telapak Petir” milik Sutejo Prasetyo.
Pengobatan alternatifnya yang beralamatkan di jalan Kodau GG. Langgar No. 99, Jatimekar, Jatiasih, Bekasi Barat, Jabar telah ditutup sementara sejak bulan Maret 2020 hingga sekarang. Pantas saja, ketika Forum Wartawan Jakarta (FWJ) menyambangi kediaman yang juga tempat pengobatan Sutejo ini tampak sepi.
Bincang bincang khusus pun terjadi, Tejo menjelaskan penutupan tempat pengobatan dan therapinya atas kesadaran dirinya sendiri sebagai upaya menjalankan aturan yang telah dibuat pemerintah. Ia juga tidak menampik, penutupan sementara itu sebagai bentuk mewujudkan kembalinya Indonesia yang bersih dari corona.
“Sudah 3,5 bulan kami sudah menutup sementara, kalau tidak salah hitung sejak pemerintah mengeluarkan peraturan PSBB atau physical distance. “Ulasnya, saat berbincang bincang dikediamannya di wilayah Bekasi Jawa Barat, Selasa (9/6/2020) malam.
Tejo juga menyebut ratusan bahkan ribuan pasiennya dari berbagai wilayah kerap menanyakan kapan dibukanya pengobatan telapak petir. “Ratusan orang dan pasien kami sering bertanya kapan dibuka kembali, kami belum bisa memberikan jawabannya karena kondisi Negara kita belum steril dari virus corona. Kita tetap menunggu pernyataan resmi pemerintah dulu yaa, kan semua harus saling menjaga demi kesehatan bersama. “Terang Tejo.
Ketika ditanya soal dampak ekonomi yang terjadi akibat penutupan pengobatan sementaranya, Tejo dengan santai menjawab bahwa yang namanya pengobatan telapak petir bersifat sosial.
“Kami tidak pernah menarifkan (dengan suka rela), pastinya mereka yang berkeinginan sehat sangat berharap kita segera buka kembali pengobatan alternatif ini, tapi kita juga harus patuh dengan himbauan pemerintah untuk jaga jarak atau tidak berkerumun, yang saya takutkan bila nanti dibuka praktek pengobatan ini, pasien biasanyakan banyak dan bergerombol, nah itu kan gak boleh dimasa pandemi ini, “tutur Tejo.
Lebih lanjut dengan tidak adanya pasien, berarti tidak adanya pekerjaan yang dilakukan oleh anak buahnya yang berjumlah 7 orang. Tejo juga menjelaskan meski mereka tidak bekerja, pihaknya tetap memperhatikan selama masa pandemi covid-19, walau hanya separuh gaji yang mereka terima.
“Kita punya nurani ya, semua punya hak yang harus kita perhatikan. Meskipun sebelum adanya covid-19, kami seringnya malah suka nombok untuk menggaji anak buah, karena saya tidak mengandalkan dari hasil pengobatan, “terang Tejo kembali.
Dikabarkan sebelumnya, dimasa pandemi ini pengobatan alternatif Telapak Petir pimpinan Sutejo Prasetyo sudah 2 kali memberikan bansos kepada warga disekitar lingkungannya. Pertama berjumlah 1.500 paket sembako yang diberikan saat bulan Ramadhan, dan kedua kalinya kemarin pada tanggal 6 Juni 2020 sebanyak 1.000 paket sembako.
Tejo berharap apa yang dia lakukan dapat meringankan beban warga yang terdampak pandemi covid-19. “Semoga apa yang kita perbuat dicatat oleh Yang Kuasa bahwa ini adalah salah satu ujian bagi kita semua, semoga wabah virus corona ini cepat terselesaikan dan semua kembali hidup normal. “Pungkasnya.(ke)



Berita Terkini
Timses Paslon Miko -Mendi Bantah Penyerangan di Puncak Jaya
